Oleh : Bapak Servasius Lado Rema, S.Fil
Sistem Preventif
Mengawali tulisan ini marilah bersama kita memahami arti dari kata preventif. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Preventif diartikan sebagai pencegahan. Untuk lebih mudah memahami marilah simak analogi berikut. Rambu-rambu lalulintas adalah sign atau tanda bagi pengendara lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan. Lampu merah mengisyaratkan bagi pengendara lalu lintas untuk berhenti, lampu kuning mengisyaratkan bagi pengendara untuk bersiap-siap-siap dan lampu hijau mengisyaratakan bagi pengendara untuk berjalan dan masi banyak rambu-rambu lalu lintas lainnya. Semuanya itu demi ‘mencegah’ agar tidak terjadi kecelakaan antar pengendara lalu lintas.
Dalam dunia pendidikan sistem preventif menjadi suatu tawaran yang mestinya harus diterima entah sebagai peserta didik maupun, terutama sebagai pendidik. Artinya bahwa, pendidik harus lebih awal memahami hal-hal apa saja yang bakal terjadi terhadap peserta didiknya. Kehadiran fisik menjadi langkah awal untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Kehadiran fisik membuat peserta didik membatasi aksi fisik, kata-kata ferbal yang mejerumuskan mereka ke dalam hal dosa.
Sistem preventif tidak dimengerti secara dangkal, hanya sebatas kehadiran secara fisik oleh pendidik di antara peserta didik. Lebih dari itu sistem preventif mengacu pada hadirnya seorang pendidik sebagai seorang Bapa, Guru, dan Sahabat bagi kaum muda. Sebagai seorang Bapa, berarti melindungi, memberikan rasa nyaman kepada anak didiknya. Sebagai Guru, berarti mengajarkan kepada peserta didik mengenai salah atau benar, baik atau buruk suatu tindakan. Sedangkan Sebagai sahabat, pendidik hadir sebagai seorang teman yang kadang berbicara dalam ‘bahasa mereka’, mendengarkan keluh kesah mereka dan berusaha mecari solusi terbaik bagi mereka.
Preventif vs Represif
Satu perbendaharaan kata penting untuk kita pahami juga untuk menambah pemahaman kita tentang sistem preventif, yaitu sistem represif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Represif diartikan sebagai menekan, mengekang, menahan, atau menindas. Artinya bahwa kehadiran seorang pendidik hanya sebatas kehadiran fisik yang menjaga supaya situasinya kondusif. Kehadiran fisik tanpa ada tindakan afeksi mencintai dan dicintai. Layaknya seorang polisi hadir sebagai seorang penjaga kemanan.
Yang membedakan antara preventif dan represif adalah, sistem preventif hadir di antara para murid untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sedangkan represif hadir setelah suatu peristiwa atau kejadian terjadi. Agar bisa mengendalikan situasi, sistem represif menerapkan dua cara, yaitu persuasif, mengajak, menghimbau dan yang kedua adalah dengan cara koersif atau dengan cara memberikan sanksi yang tegas.
Memanusiakan Manusia
Imanuel levinas, (Seorang filsuf Prancis kontemporer) dalam etikanya mengatakan untuk menjadi manusia yang etis adalah melayani manusia lain dengan penyerahan diri yang sepenuhnya. Saat ada orang lain di hadapan kita, kita dituntut untuk bertanggung jawab kepadanya. Atau dengan kata lain kenyamanan individualisme kita terusik oleh kehadiran orang lain. Seorang pendidik dituntu lebih ketika seorang anak diserahkan untuk dididik. Eksistenti individualisme pendidik terusik oleh kehadiran siswa.
Seorang pendidik hadir bersama siswa, bermain bersama sebagai bentuk tanggung jawab ‘kediriannya’ sebagai seorang pendidik. Seeorang pendidik bukan hadir saat terjadi situasi siswa tidak kondusif lagi setelah itu diberi sanksi. Jika direfleksi lebih dalam, seorang pendidik yang bertanggung jawab, seperti Tuhan yang hadir ke dunia, tinggal bersama manusia bahkan rela mati demi keselamatan dosa manusia. Pendidik bukan lagi hadir sebagai sang pemberi hukuman, tetapi hadir bersama peserta didik bermain bersama dan membuat mereka merasakan bahwa mereka dicintai.
Dari penjelasan tentang sistem preventif di atas sampai lah pada suatu pemahaman bahwa hadir bersama anak, menjadi bapa, guru dan sahabat bagi mereka, dan sampai pada satu titik membuat mereka merasa dicintai, adalah cara kita sebagai seorang pendidik menempatkan mereka sebagai manusia. Mereka adalah manusia yang dalam proses pendidikan tidak diperlakukan dengan kekerasan dan tidak manusiawi. Segala unsur pendidikan seperti emosi, moral, sosial, estetika, budaya, juga ‘kahadiran seorang pendidik yang dijadikan figur bagi mereka’ adalah sebuah langkah pasti untuk menjadikan mereka orang beriman yang bertakwa dan warga negara yang baik. Kita telah turut andil menyelamatkan jiwa-jiwa mereka menuju sebuah kesempurnaan iman yang telah diajarkan oleh Tuhan. Selamat bertugas rekan guruku, upahmu, upahku besar di surga.